Perpisahan

"Kamu tau apa yang ingin ku lakukan Setelah ini?" Risa bertanya padaku.

Sudah 2 jam berlalu sejak perpisahan sekolahku. Aku dan Risa memang satu sekolah, aku yang meminta. Sebab jika tidak begitu, khawatir Risa akan kesepian selalu. Memang disekolah Risa yang lama, teman-temannya selalu memandang sebelah mata. Karna ia punya ayah yang kasar dan ibu yang gila. Lantas apa salahnya? Asal Risa tidak ikut gila saja karna teman-teman brengseknya. Risa selalu berkata ia tidak akan merasa kesepian, "Aku punya diriku, aku berdiri diatas kakiku, lalu mengapa aku harus membutuhkan orang lain untuk mendampingiku?" begitu katanya setiap ku bujuk ia pindah sekolah dulu.

"Apa? Kuliah?"

"Ah tidak! Otakku sudah pusing dengan semua materi pelajaran. Mengapa lagi aku harus kembali menatap kelas yang membosankan?"

"Jangan begitu, Risa. Bagaimana dengan masa depanmu jika kamu tidak mau terus menuntut ilmu?"

"Lisna.. Lisna.." Ia bangkit dari tempat duduknya, beralih pada balkon kamarku yang menjadi tempat favorite nya.

"Masa depan tidak tentang menuntut ilmu di jenjang pendidikan melulu. Mungkin aku bisa mendapatkannya dari belajar di sekelilingku. Atas apa yang terjadi pada orangtua ku saja menjadi pelajaran yang paling berharga untukku. Bahwa dua insan yang saling mencintai dahulu, nyatanya akan goyah sebab orang baru."

"Tidak semua orang begitu..."

"Tapi semua orang pernah merasakan hal semacam itu." Risa memotong ucapan ku. Ku biarkan segala kata-katanya meluncur mulus untuk pendengaran ku.

"Semua orang pernah merasa tertarik pada orang baru, Lisna. Hanya saja beberapa dari mereka tetap kembali pada orang yang telah mendampinginya. Sebab beradaptasi kembali lebih sulit untuk mereka. Hati mereka lebih unggul." Risa melanjutkan perkataannya. Aduh, selalu saja ia membungkam mulutku dengan cara yang halus.

"Itu yang menyebabkan perpisahan?" Tanyaku ragu. Mencoba membahas topik baru. Sebab ini terlalu berat untukku.

"Perpisahan itu karna waktu. Dia yang akan mempertemukan kita pada segala hal yang baru. Contoh sederhana, seperti perpisahan sekolah kita. Kita berpisah, sebab ada jenjang baru yang akan kita jelajah."

Angin berhembus menerpa rambutnya lembut. Garis rahangnya tegas, setegas bahasanya. Bola mata coklat terangnya, mencerminkan begitu tegar hatinya.

Risa, hari ini aku bertemu dengan pelajaran baru darimu. Tentang perpisahan, tentang kesetiaan, juga tentang ketegaran sebab ku yakin kamu berat tuk menjadikan masa lalu mu sebagai pelajaran baru untukku. Maaf sudah membuatmu mengingat kembali semua yang tlah lalu, tapi aku hanya ingin belajar lebih banyak darimu. Dan benar, bahwa belajar tidak harus dari jenjang pendidikan melulu.

"Jadi? Kamu mau tau apa yang akan ku lakukan kedepannya?"

"Apa?"

"Aku ingin membuat toko kue!"

"Itu saja?"

"Iya. Tapi aku ingin toko ku berada di pinggir pantai. Menghadap ke lautan. Agar saat toko ku tutup pukul 6 sore, aku bisa sejenak melihat indahnya senja. Melepaskan rasa lelahku, bercerita tentang hariku, kemudian mengingat dan merasa dekat dengan ibuku."

Risa tersenyum manis sekali. Ku lihat ada butiran yang jatuh ke pipinya yang segera ia hapus supaya dunia tak melihatnya. Aku tau kamu pasti kuat, Risa.

-21 Juni 2018
Dibawah kota Bandung. Karna Jakarta sudah mulai ramai, aku pindah ke Bandung. Sama sih, ramai juga. Tak apalah, cari suasana baru. Hehehe..

Komentar